Menerobos Dinding Teks Undang-Undang
Oleh: Musthofa, S.H.I., M.H[2]
(Hakim Pengadilan Agama Bajawa)
A.
PENDAHULUAN
Merupakan hak asasi[3]
manusia untuk memperoleh hak atas peradilan yang adil. Hak asasi ini menjadi
hak dasar tiap manusia, sebagaimana tertuang dalam United Nation Universal Declarations of Human Rights (UNDHR).[4]
Hak yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Bahkan
keadilan sosial dijadikan landasan dalam bernegara. Pembukaan Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 menegaskan itu di dalam pembukaan. Diperkuat pula oleh
peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.[5]
Ditegaskan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa Setiap orang, tanpa
diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan,
pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi
serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang
jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.
Berkaca dari ketentuan di atas, maka jangan sampai keadilan
yang harus diperoleh oleh masyarakat dikebiri. Meskipun subjek pelakunya
berasal dari teks undang-undang. Jangan sampai teks undang-undang yang dibuat
oleh penguasa memangsa keadilan. Teks undang-undang dan keadilan harus terhubung.
Tujuan berhukum adalah menciptakan ketertiban dan keadilan.
Keadilan tanpa hukum bagaikan lidah tanpa tulang. Tidak kuat
tegak berdiri kokoh di tengah kehidupan. Namun demikian kondisi ideal ini
sangat sulit diwujudkan dalam kehidupan. Masih terlalu banyak persinggungan
antara teks undang-undang dengan konteks. Teks undang-undang yang seharusnya
menjadi jalan lempang meraih keadilan dan kebahagiaan, menjelma menjadi jalan
terjal.
[1] Sebelumnya tulisan ini dikirim untuk
penulisan buku “Hukum Untuk Keadilan Dengan Berbagai Upaya Implementasinya”.
[2]
Hakim Pengadilan Agama Bajawa/ Hakim Angkatan VIII/PPC III.
[3]
Hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir dalam Darji
Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok
Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama), 2008, hal. 156.
[4]
United Nations Universal Declaration of Human Rights 1948, Article 10: “Everyone is entitled in full equality to a
fair and public hearing by an independent and impartial tribunal, in the
determination of his rights and obligations and of any criminal charge against
him, Page 4.
[5]Lihat
di preambule di UUD NRI 1945 dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia.
Komentar
Posting Komentar